Balada di Bulan Mei
Bulan Mei serasa berjalan begitu lambat bagi saya. Mungkin karena
sepanjang bulan saya dikejar-kejar deadline
tesis dan masa studi saya yang usianya semakin singkat. Mungkin juga karena
begitu banyaknya turbulensi dalam kehidupan saya semenjak bulan ini dimulai 31
hari yang lalu. Yang jelas, saya memulai bulan Mei dengan suasana hati yang
kalut dan serba tidak karuan. Sepanjang bulan ini berjalan pun kejadian demi
kejadian datang dan singgah dan belum menunjukkan tanda-tanda akan surut. Sudah
tidak terhitung berapa jumlah obat sakit kepala yang harus saya telan sepanjang
bulan ini; yang jelas lebih banyak daripada yang lalu-lalu. Namun saya berhasil
melaluinya satu per satu tanpa menjadi gila. Oleh karena itu, sebagai apresiasi
terhadap diri saya sendiri, saya rasa bulan ini layak untuk ditutup dengan
sebuah tulisan; meskipun tidak ada momen tertentu untuk dirayakan hari ini.
Toh, selain kita, siapa lagi yang akan mengapresiasi diri kita sendiri?
Hari ini segala urusan saya berjalan lancar, mulai dari draft tesis yang sudah disetujui dosen
pembimbing (sehingga saya bisa melanjutkan ke bab selanjutnya), wawancara
dengan beberapa informan, hingga mengurus anak saya, Disco. Syukur kepada
semesta atas itu semua. Malam ini juga sepertinya saya bisa tidur lebih awal
daripada malam-malam sebelumnya (segera setelah saya menyelesaikan tulisan
ini). Dan saya sebenarnya masih bingung ingin menulis tentang apa. Mungkin hanya
sekadar berkeluh kesah saja, sekaligus bersyukur, karena akhirnya saya bisa
tiba di penghujung bulan Mei dalam kondisi sehat, meskipun masih dalam kondisi
mental yang resah karena dikejar deadline
tesis. Begitu banyak yang harus saya lakukan dalam waktu yang begitu singkat. Seperti
lirik lagu dari Arkarna, “So little time
so much to do.” And yes, so many
things that I have to do but there is nothing that I want to do. Dan
seperti lirik lanjutan dari lagu tadi, “I’d
rather spend my days with you.” I’d
rather spend my time with him. Tapi, ya, ada kalanya romansa harus tertangguhkan
karena ada urgensi yang lebih menuntut prioritas dan pertanggungjawaban.
Terkadang terbersit rasa menyesal dalam hati saya: mengapa tidak
sedari dulu saya dapat fokus pada tanggung jawab saya ini (baca: tesis)? Namun
ketika saya pikir kembali, untuk apa saya menyesal? Toh semua itu sudah ada
waktunya. Mungkin waktu itu memang harus saya lewati untuk berbenah diri. Mungkin
waktu itu memang harus saya habiskan untuk mengalami kejadian-kejadian itu
untuk menyiapkan mental. Mungkin waktu itu memang sudah seharusnya berlalu
secara demikian. Pun ketika saya melihat ke belakang sejenak, saya sadar bahwa
sesungguhnya tidak ada sesuatu yang sia-sia maupun percuma. Segala sesuatu ada
maknanya. Semua tergantung pada bagaimana kita memahami; pada kemampuan kita
untuk memproses dan menerima. Seperti ketika membaca buku; buku yang sama akan
dimaknai berbeda oleh pembaca yang berbeda. Yang memberi makna adalah bukan
pada kegiatan kita membaca buku, tetapi pada proses kita memahami esensi dari
buku tersebut. Semua kembali pada pola pikir, yang tentunya dibangun oleh
keseharian dan interaksi kita dengan manusia lainnya. Manusia belajar dari
sejarah; dan setiap harinya kita mengukir sejarah kita sendiri. Carpe diem atau seize the day adalah frasa favorit saya, namun saya masih merasa
susah untuk melakukannya. Namun saya selalu percaya bahwa tidak ada kata
terlambat untuk berbenah. Waktu bisa saja berjalan linier, namun “masa” tidak
linier. Dan jiwa serta benak kita hidup dalam masa meskipun tubuh kita hidup
dalam waktu. Every day is a different day.
Dan esok hari adalah hari yang baru. Semoga Juni menyapa dengan balada yang
bersahabat.
Di saat ini ingin ku terlena
lagi, terbang tinggi di awan, tinggalkan bumi di sini
Di saat ini ingin ku mencipta
lagi, ‘kan ku tuliskan lagu sambil ku kenang wajahmu
Malam panjang,
remang-remang, di dalam gelap aku dengarkan, syair lagu kehidupan
-Ahmad Albar, Syair
Kehidupan
Tags:
balada di bulan mei
thoughts
0 komentar