Tentang Relasi Jarak Jauh: Jalan Pulang
Terima kasih atas percakapan
telepon yang panjang kemarin siang hingga petang. Terima kasih telah memilih
untuk bersamaku alih-alih pergi menemui orang lain siang itu. Terima kasih atas
segala pengungkapan (disclosure) dan
cerita-cerita yang kau bagi.
In this small space, memories are pilling up. And tears fill my eyes
for no reason.
I gather all my small heart and write a poem, but they aren’t enough to
describe you.
I’ll become dust and fly away. I’ll ride the wind and go to you.
–KKS, Becoming Dust
Besok adalah tepat empat bulan semenjak kita menjalani relasi jarak jauh; sekaligus satu bulan sejak pertemuan kita yang terakhir. Aku rindu. Dan aku masih menunggu. Hingga saat berikutnya kita bertemu.
Sebulan terakhir ini banyak
sekali yang terjadi, baik di hidupku maupun di hidupmu; pun begitu pada kita. Namun satu hal yang patut kau
pahami: bahwa bahkan setelah segala yang terjadi dalam satu bulan terakhir ini
dan tak bahagia di antara kita, aku masih percaya pada kebersamaan kita. Aku
masih percaya pada perasaanku padamu, pun perasaanmu padaku. Tidak peduli
berapa wanita di luar sana yang mungkin menertawakan kepercayaanku karena
mereka mungkin mendengar dan mengambil asumsi dari cerita-ceritamu. Namun kita yang menjalaninya. Dan kita yang benar-benar tahu. Dan aku
masih percaya, karena aku mencintaimu.
Sembari menulis ini aku
membayangkan kita berbicara ditemani teh tawar hangat, atau berbaring
berdampingan menatap langit-langit kamar; seperti yang selalu kita lakukan
ketika tinggal bersama.
Tentang Pemahaman atas Perubahan
Kita adalah kita. Terlepas dari kondisimu saat ini, terlepas dari kondisiku
saat ini, kita adalah Mashita dan Vidi yang tidak ada duplikatnya di dunia ini.
Kita bisa sampai pada titik ini dalam relasi kita pun karena kita adalah kita. Segala percakapan yang kita telah
lalui, segala harapan, ketakutan yang terdalam, hingga mimpi-mimpi yang kita
telah bagi, seluruh momen-momen yang telah kita alami bersama, serta semuanya
yang tengah terjadi sekarang, serta segalanya yang menanti dan akan terjadi di
kemudian hari; semuanya membentuk kita.
Jangan merasa takut atas
perubahan (changing). Perubahan ada
untuk kita menjadi lebih dewasa. Dan proses pendewasaan itulah yang
mendefinisikan kita. Jangan merasa
khawatir ketika kau merasa kehilangan pegangan. Itupun merupakan bagian dari
proses. Tidak semua pertanyaan akan kita temukan jawabannya saat ini juga.
Berikan ruang pada waktu untuk mengerjakan tugasnya. Berikan kepercayaan pada
semesta untuk menjalankan misinya. Ketika dirimu mempertanyakan apa yang
mendefinisikan kita sekarang,
lihatlah kembali pada apa yang telah kita jalani bersama, dan gunakan itu untuk
mendapatkan keyakinan bagi masa depan. Segala perubahan yang menghempas
mimpi-mimpi kita akan selalu dapat kita hadapi bersama, dan dari situ, kita
akan membangun mimpi-mimpi yang baru, bersama. Have a little faith on me.
Jangan merasa takut atas
pergeseran (shifting). Sedari awal
relasi kita pun tidak pernah mengalami stabilitas yang menjengahkan. Karena kita
tahu, kita memang seperti itu. Dan
sekarang ini kita tengah dalam proses penyesuaian (adjusting) atas pergeseran tersebut. Tidak perlu merasa bersalah
ketika kesibukan pekerjaan lebih menyita waktu dan perhatianmu. Aku bisa
mengerti dan aku akan baik-baik saja. Ceritakanlah keseharian dan pekerjaanmu. Jadikan
aku sandaranmu. Walau aku tak bisa memahami sepenuhnya, berceritalah. Walau aku
tak bisa membantu sepenuhnya, ceritakanlah. Dengan demikian aku tidak akan
merasa ditepikan. Apabila sulit bagimu untuk bercerita, ambil waktumu, tidak
usah dipaksakan. Aku paham maksudmu untuk melindungi diri dan perasaanku. Ceritakan
apa yang mau kau ceritakan. Kalaupun itu berujung pada pertengkaran, seperti
kemarin, tidak apa-apa. Segala pertengkaran itu ada untuk kita belajar lebih
saling mengenal satu sama lain. Toh itu pula yang telah kita lakukan sejak
tinggal bersama dulu dan hingga saat ini. Conflict
enhances intimacy; only and only if we communicate.
I’m giving my biggest effort to nurture our flesh and blood. So please
give me your support and treat me well. Go get a lot of dollars to give birth
to our child.
Tentang Euforia
“Perfect people can’t change. Jack was always getting better, stronger.
Sometimes he would walk into the desert alone, just to let himself be tempted
by the devil. But he’d always come back to us, his beloved family.”
–Jackie Kennedy about her husband, JFK, as depicted in “Jackie” (2016)
Entah kau ingat atau tidak,
Jackie Kennedy Onassis adalah salah satu sosok yang aku idolakan. Dan aku ingin
berbagi cerita sedikit tentangnya. Jackie adalah istri dari mendiang John F
Kennedy hingga presiden AS itu ditembak mati pada tahun 1963. JFK, seperti
kebanyakan pria lainnya, adalah seorang flamboyan. Ia memiliki banyak affair bahkan ketika telah berumahtangga
dengan Jackie. Salah satu affair-nya
yang paling terkenal adalah dengan aktris Marilyn Monroe. Namun itu semua tidak
membuat Jackie gentar. Mengapa? Bukan karena reputasi. Bukan karena harta.
Bukan karena terpaksa. Karena ia mencintai, mengenal, dan menerima JFK. Dan
Jackie tahu bahwa ia akan selalu menjadi rumah bagi JFK. Dari situ ia selalu
yakin, bahwa JFK akan selalu kembali padanya; bahwa pada akhirnya, mereka
ditakdirkan untuk bersama. Dari situ, Jackie tahu bahwa ia dicintai secara
tulus. Mungkin ini terdengar lucu dan konyol, tapi aku ingin menuliskannya:
perempuan-perempuan lain di luar sana boleh jadi adalah Marilyn-mu sehingga
mereka merasa memiliki kuasa atasmu, namun akulah Jackie-mu.
Kau bertanya mengapa aku masih
menganggap bahwa ini semua akan berarti (worth
it) pada akhirnya. Lewat telepon siang itu aku menjawab bahwa keyakinan itu
datang dari intuisi. Namun, intuisi itu rupanya dibangun dari momen-momen yang
pernah kita jalani bersama. Ingatkah kau pada suatu malam ketika kita berbicara
dari hati ke hati? Malam itu di dalam mobilmu, kita berhenti tepat di depan
kantor wedding organizer di
perempatan Ring Road Kentungan. Kita bicara soal relasi, dan betapa akhirnya
kita menemukan kembali makna atas kebersamaan kita melalui penerimaan atas sisi
gelap kita masing-masing. Banyak yang telah kita lalui untuk mencapai momen
itu. Dan momen itu memberi arti yang besar pula bagi keberlangsungan
kebersamaan kita setelahnya. Karena itulah aku merasa bahwa penantianku
memiliki arti (worth it). Karena aku
tahu, ditengah segala keresahan dan keraguan yang kau punya terhadapku, bahkan
ditengah segala kegelisahan tentangku dan kita
yang kau ungkapkan pada orang lain, pada akhirnya kau akan selalu tahu jalanmu
pulang, ke rumah, yaitu aku. Karena aku bisa merasakannya, bahwa jiwa kita
terkoneksi. Kita bisa saja merasa familiar atau memiliki kesamaan nasib,
pengalaman, dan karakter dengan beberapa orang lain, namun jiwa kita terkoneksi
(connected souls). Karena koneksi
jiwa itulah, apabila kau memerhatikannya, aspek-aspek dalam masa kecil dan masa
lalu kita terkoneksi, bahkan masa kini. Karena koneksi jiwa itulah, menurutku,
almarhum Kakekmu datang menemuiku melalui alam mimpi. Dan harus ku akui, jiwa
dan keyakinanku terkuatkan karena kedatangan beliau malam itu. Kehadiran beliau
memunculkan tafsir bagiku untuk selalu kuat bertahan denganmu, terlepas betapa
beratnya jalan di depan yang harus kita lalui bersama.
Aku ingat kau pernah berkata
padaku, “Berbicara denganmu seperti berbicara dengan iblis di dalam diriku.”
Ya, aku pun merasakannya. Kau adalah diriku yang lain. Kita sama, namun dengan
detail pengalaman yang berbeda. Karena itulah kita akan selalu kembali pada
satu sama lain. Sejak awal kita saling mengenal dulu, enam tahun yang lalu,
kita sudah merasakannya. Sejak awal kita membangun relasi ini, dua tahun yang
lalu, rasa itu semakin ditegaskan dengan pengalaman yang kita jalani bersama.
Dan waktu telah memberi jawabannya. Kau adalah cerminku, dan aku adalah
cerminmu; dan tahun-tahun yang kita lewati bersama telah membuktikan hal itu.
Kita sama-sama pernah tersakiti
di masa lalu, yang kemudian membentuk pribadi kita kini. Atas pandangan kita
yang liyan dari luka di masa lalu, pun kita tidak merasa dan menjadi liyan
ketika bersama. Bersama, kita nyaman atas kulit masing-masing tanpa harus
memasang topeng. Boleh jadi, dia dan perempuan lainnya pun merasakan hal yang
sama denganmu. Bisa jadi kamu pun merasakan hal yang sama dengan perempuan lain
itu, sehingga untuk sejenak lupa, bahwa akulah yang pertama kali
memperkenalkanmu pada proses negosiasi sebagai manifesto atas kebebasan
berpikir. Namun lebih dari sekadar itu, lebih dari pembentukan diri melalui
kegagalan relasi masa lalu, sakit hati, dan ketakutan atas masa depan, kebersamaan
kita adalah kita melawan dunia,
dengan segala bentuk keliyanan, keanehan, dan kegilaan kita, dalam berbagai
aspek lainnya pula.
Kebersamaan kita adalah rangkaian
diskusi atas berbagai perspektif kita atas dunia, yang tak selalu sama namun
selalu menggugah pikiran; karena tak hanya tubuh kita yang bercinta namun juga
pemikiran kita. Thoughts, minds, and
perspectives.
Kebersamaan kita adalah rasa aman
ketika mengungkapkan kejujuran; aku telah melihat seluruh wajahmu dengans
segala sisi gelap dirimu dan kau pun telah melihatku dalam kondisi yang paling
buruk, dan aku dapat merangkul seluruh wajahmu hingga yang paling tak rupawan
dan kau pun dapat merangkul diriku yang dalam kondisi paling jelek. Embracing.
Kebersamaan kita adalah rasa
terbuka dalam menerima pengungkapan diri masing-masing; cerita-cerita atas masa
laluku dan masa lalumu, ketakutan-ketakutan terdalam, keraguan, keresahan,
mimpi-mimpi terbesar, harapan, cita-cita, beban moral, tanggung jawab,
permasalahan keluarga; kita membuka diri secara alami. Ketika kau dirundung
amarah terbesar dan membanting barang-barang, ketika aku berteriak dan
memaki-maki kasar; kita saling tak bergeming dan menerimanya sebagai bagian
dari diri kita satu sama lain. Acceptance.
Kebersamaan kita adalah
kenyamanan ketika saling merawat pada saat jatuh sakit, ketika membersihkan
kotoran telinga dan hidung satu sama lain; ketika melakukan hal terjorok tanpa
merasa jorok dan takut atas penolakan. Tinggal bersama selama lebih dari
setahun membuat kita menjadi keluarga, membuat kita saling mengenal luar dan
dalam, baik dan buruk, terang dan gelap, serta seluruh ruang diantaranya; pun
keterpisahan kita karena jarak saat ini membuat kita lebih saling mengenal
lagi, karena kita bertengkar layaknya saudara, yang akan selalu saling mencari
pada akhirnya; kita bercinta layaknya kekasih, kita saling meledek layaknya
sahabat, kita saling mendukung layaknya rekan kerja; kamu adalah keluarga yang
aku pilih. Familial comforts.
Aku bisa membuat daftar atas hal-hal
yang membuatku merasa yakin atas dirimu dan relasi kita dan bertahan di
dalamnya. Dan daftar itu akan cukup panjang seperti di atas. Namun satu hal
yang menjadi simpul atas semua hal itu: jiwa kita terkoneksi; not in a million years I would find another
like you, and not in a million years you would find another like me. Kau
punya bagian dari diriku yang tidak orang lain punya. Pun demikian denganku;
aku punya bagian dari dirimu yang tidak orang lain punya. Hanya aku yang
sanggup mengimbangi kegilaan dan kerumitan pikiranmu, pun sebaliknya. Aku penyeimbangmu,
pun kau penyeimbangku.
Aku tahu saat ini kau gamang atas
relasi kita, dan itulah yang membuatmu membuka hati untuk euforia lain. Namun
ini bukan yang pertama, karena kalau kau ingat-ingat kembali, selalu hadir
euforia lain ketika kita gamang atas relasi kita. Namun pengalaman telah
berkata, bahwa kehadiran euforia lain dalam hidup kita adalah halte-halte yang
pada akhirnya kita lewati untuk kembali menemukan makna atas relasi kita
sendiri. Kesan atas kesamaan (sense of
similarities) dan kesan atas rasa saling memiliki (sense of belonging) akan selalu muncul diantara dua orang yang baru
saling mengenal dan menemukan kecocokan. Kita mungkin merasa nyaman berada
dalam halte itu. Namun kita tahu, halte hanyalah tempat persinggahan menuju
rumah. Halte mungkin melenakan kita pada aspek-aspek tertentu. Namun kita tahu,
hanya rumah yang memberi keutuhan pada seluruh aspek. Aku harap kau memahami
analogiku.
Aku tahu kau berusaha untuk
mencintaiku lebih baik lagi. Dan aku tidak bisa cukup berterima kasih atas itu.
Aku pun mengusahakan hal yang sama; ‘tuk mencintaimu lebih baik lagi. Dalam
proses usahamu itu, tidak apa-apa jika kau tertatih atau bahkan jatuh
tersandung. Aku selalu yakin, kau akan sanggup menemukan jalanmu ‘tuk pulang.
Dan ketika kau menemukan dirimu sulit ‘tuk bangkit setelah terjatuh, kedua
tanganku selalu siap terulur ‘tuk menyertaimu kembali ke jalan pulang.
Yang kita butuhkan adalah saling
bicara, berdua, dari hati ke hati. Dari situ keyakinan kita akan terkuatkan.
Dari situ kau akan selalu tahu jalan pulang.
“In the end of the day, we bound to be together.” –Vidi Mahatma
Saatnya kembali menulis tesis;
supaya lekas lulus dan bekerja di Jawa Timur.
Tags:
disclosure
0 komentar