Menujumu
Saat ayam-ayam belum juga terbangun, sudah bergelut ku
dengan air yang dingin.
Namun hatiku terasa hangat,
Karena ku tahu hanya dalam hitungan jam saja aku ‘kan
berjumpa denganmu.
Jalanan lengang; udara yang jarang aku hirup setiap harinya.
Kota demi kota berlalu di luar jendela; diantarnya aku
menuju kotamu.
Susah ‘tuk dipercaya memang, namun rasanya seperti pulang ke
rumah.
Baru kali kedua aku menyambangi kota kecil yang selalu kau
maki ini, namun rasanya seperti pulang ke rumah.
Panasnya udara siang terasa hangat di kulit wajahku.
Hembusan angin membelai rambutku lembut.
Teriknya mentari menyinari sudut-sudut perasaanku.
Semuanya menyambutku ramah. Aku bahagia.
Dan ketika ku lihat raut wajahmu pada akhirnya,
Aku tersadar,
Tak peduli seberapa jauh jarak yang harus ku tempuh,
Seberapa lama waktu yang harus ku lalui,
Seberapa banyak kota yang harus ku lewati,
Ketika itu semua untuk menujumu,
Aku ‘kan rela menjalaninya ratusan, ribuan, bahkan jutaan
kali lagi,
Karena inilah rumah itu; di manapun kau berada.
Kamu. Kamulah rumah itu.
Dan ke sanalah aku ‘kan selalu menuju.
M.F
0 komentar