Kau tahu apa? Mungkin memang inilah waktu yang tepat untuk berkontemplasi; karena sepertinya semesta sedang asyik berkonspirasi untuk membuat saya memikirkan hidup. Pertama, hampir seminggu yang lalu usia saya memasuki angka 27; angka yang tidak sedikit untuk masuk kategori “anak-anak” dan angka yang sudah sangat cukup untuk masuk kategori “dewasa”. Ibaratnya pergi ke bioskop, angka itu sudah sangat diperbolehkan untuk menonton film dengan adegan seks dan kekerasan tingkat dewa. Kedua, beberapa hari yang lalu ada seseorang yang tetiba membicarakan soal pernikahan. Ya, pernikahan. Duh, kata sakti itu. Akibat pembahasan itu, badan saya jadi meriang sehari-semalam. Dan parahnya lagi, yang mengajak saya untuk membahas soal itu adalah si pasangan. Makin lengkap sudah kegundahan saya. Ketiga, sepanjang minggu kemarin saya mendapat kabar bahwa dosen pembimbing tesis mulai kesal karena saya tidak juga datang ke kampus untuk menemui beliau. Untuk hal satu ini memang saya tidak seharusnya mencari alasan layaknya Exist yang “manis di bibir memutar kata malah kau tuduh akulah segala penyebabnya”; tapi mau bagaimana lagi, jujur saya belum siap mental. Keempat, tema BBKU mini hari ini, sebagaimana diusulkan oleh adik manis Maruti HS, adalah cita-cita, dan sebagaimana saya kutip dari weblog BBKU, “menjelaskan ingin jadi apa di masa depan dan mengapa (yang real bukan fantasi)”. Maka di sinilah saya, untuk tulisan hari ini, mencoba melakukan “pengandaian kontemplatif” atas diri saya 15 tahun mendatang, yang mana angka 27 itu akan berubah menjadi 42; tentu saja apabila saya masih diberi usia hidup sebagai Mashita Fandia ketika saat itu tiba.
Tentang Dunia Riset dan Pendidikan
Terlepas dari era apa yang menanti
15 tahun kemudian, yang jelas saya memiliki keyakinan bahwa passion saya akan tetap di dunia riset
dan pendidikan. Proyeksinya adalah: waktu itu saya sudah lulus S2, lulus S3
(entah dari universitas dan jurusan mana, yang jelas konsentrasinya tidak akan
jauh-jauh dari Kajian Media dan Kajian Budaya), dan menjadi peneliti. Soal di
mana instansinya, saya tidak terlalu peduli. Mungkin masih di Yogyakarta,
mungkin bisa saja di kota lain. Mungkin masih di Indonesia, mungkin bisa saja
di negara lain. Sejauh ini, cicilan yang sudah saya lakukan adalah hampir
menyelesaikan S2 dan sudah mulai meniti karir sebagai peneliti. Saya memiliki
kesadaran penuh bahwa saya masih harus banyak belajar. Lagipula, menurut saya,
tanpa bermaksud mengubah diri menjadi Mamah Dedeh, untuk itulah Tuhan
menciptakan manusia sebagai khalifah
di bumi ini; supaya kita semua belajar.
Tentang Film dan Production
House
Terlepas dari siapa yang akan
berkuasa di negeri ini 15 tahun kemudian, yang jelas saya memiliki keyakinan
bahwa saya dan (sekarang masih calon) suami akan akan tetap memiliki passion di dunia film dokumenter; yang
mana sesungguhnya merupakan perpaduan dari kedua passion kami (saya bagian risetnya dan si pasangan bagian video
kreatifnya). Proyeksinya adalah: waktu itu saya dan dia sudah menikah. Kami
tinggal di sebuah rumah yang juga merangkap sebagai kantor. Soal di mana
lokasinya, saya tidak terlalu mempermasalahkan. Namun pasangan saya sepertinya
akan insist untuk menaruh lokasi
usaha kami di Yogyakarta. Kami membangun ekosistem production house dengan anggota tim yang memiliki visi dan misi sepadan
dengan kami berdua. Hasil karya kami pun merupakan proyeksi atas visi dan misi
itu. Sejauh ini, cicilan yang sudah kami lakukan adalah mengerjakan sebuah film
dokumenter yang merupakan karya pertama kami bersama sebagai pasangan.
Targetnya, film ini akan selesai dan rilis di akhir tahun 2017. Setelah itu,
ya, kami akan membuka jalan bagi proyek-proyek yang lain.
Saya kira cukup pengandaian kontemplatif yang
saya lakukan. Sudah cukup muluk, saya rasa. After
all, pipe dreams will always be a dream as long as we do nothing about them.
Tetapi saya yakin, dengan menuliskannya, dan membagi ke kalian semua, cita-cita
itu akan terpetakan dan menemukan jalannya. Seperti kata Eyang Paulo Coelho,
ketika kita menginginkan sesuatu dengan bersungguh-sungguh, maka semesta akan
berkonspirasi untuk membantu kita mewujudkannya. Mungkin sekarang saatnya
berkata “amin” untuk ujaran Eyang Coelho tersebut. Amin. Sekarang saatnya
menghadapi realita dan mewujudkannya satu persatu. We’re getting there, Honey. We’re getting there.
2 komentar
waaa selamat ulang tahun mba Mashita! semoga apa yang dituliskan bisa tercapai 15 tahun lagi! semoga kita bisa berkolaborasi riset di masa depan !
ReplyDeletehihiii.. terimakasih kakak Ilmiii~ :* amin amin amin!!! ^^v
Delete