“By knowing the reason to build a
house, I will know what kind of house you want. If I understand you then I can
build a suitable house for you.” –Lee Seung Min (Architecture 101,
2012)
“If I give up here, I think I will
regret it.” –Lee Seung Min (Architecture 101, 2012)
Judul : Architecture 101
Genre : drama
Sutradara : Lee Yong Ju
Rilis : 22 Maret 2012
Pemain : Uhm Tae Woong, Han Ga In, Lee Je Hoon, Bae Suzy
Cinta pertama. Kata orang, tak
akan habis cerita apabila kita membicarakan tentang cinta pertama. Terlepas
dari betapa indah maupun betapa sakitnya, cinta pertama yang seseorang miliki
selalu menjadi hal yang membekas di lubuk hati. Waktu dapat mengubah segalanya,
meleburkan semua rasa. Namun kenangan tak akan lekang oleh waktu. Waktu dapat
menjawab semuanya, membuka hal-hal yang tak sempat terungkap. Termasuk cinta
pertama yang masih menyisakan pertanyaan. Tentang arti sebuah cinta pertama
dalam kehidupan, itulah makna yang coba diangkat dalam sebuah film berjudul “Architecture
101”. Bahkan setelah 15 tahun berlalu, kenangan akan cinta pertama tetap
melekat pada ingatan Yang Seo Yeon (Han Ga In). Kenangan yang kemudian menuntun
Seo Yeon untuk mencari dan menemui kembali cinta pertamanya dulu, Lee Seung Min
(Uhm Tae Woong).
Kisah ini berawal pada tahun
1997, ketika Lee Seung Min remaja (Lee Je Hoon) masih duduk di bangku kuliah
sebagai mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur tahun pertama. Ia pertama kali
bertemu dengan Yang Seo Yeon remaja (Bae Suzy) dalam mata kuliah Pengantar Ilmu
Arsitektur, ketika gadis dari jurusan Seni Musik tahun pertama itu iseng
mengambil mata kuliah jurusan lain, hanya dengan alasan bahwa ia menganggap
lelaki yang berkuliah di jurusan tersebut keren. Seung Min telah terpesona pada
kecantikan Seo Yeon sejak pertama kali ia melihat gadis itu. Namun karena ia
belum pernah memiliki pengalaman berhubungan dengan perempuan sebelumnya, serta
sifat dasarnya yang pemalu dan polos, Seung Min tidak berani mendekati Seo
Yeon, apalagi mengajak gadis itu mengobrol. Meskipun demikian, dewi fortuna
berpihak kepada Seung Min. Ternyata mereka tinggal di wilayah yang sama, yang
membuat mereka pada akhirnya mengerjakan tugas untuk mata kuliah Pengantar Ilmu
Arsitektur bersama. Selain itu, sifat Seo Yeon yang easy going semakin mempermudah komunikasi di antara mereka.
Sebagai mahasiswa Arsitektur,
Seung Min berjanji membantu Seo Yeon mengerjakan tugasnya untuk kelas itu.
Sebagai gantinya, Seo Yeon akan memberikan sebuah discman beserta CD album musik favoritnya. Seiring berjalannya
waktu dan hari-hari yang mereka lalui bersama, Seung Min yang sejak awal telah
memiliki ketertarikan kepada Seo Yeon, menemukan bahwa perasaannya berkembang
semakin dalam. Ia jatuh cinta, bahkan tergila-gila. Karena ini merupakan
pengalaman pertamanya, Seung Min kerap meminta saran dari sahabatnya, Nab Deuk
(Jo Jung Suk). Namun, selain Nab Deuk, tidak ada yang tahu bahwa Seung Min
dekat dengan Seo Yeon, termasuk teman-teman kuliahnya, dan Jae Wook (Yoo Yeon
Seok), seniornya yang merupakan idola kampus. Segala sesuatunya berjalan nyaris
sempurna hingga Seung Min membulatkan tekad untuk mengungkapkan perasaannya
kepada Seo Yeon.
Seung Min sangat yakin dengan
perasaannya kepada Seo Yeon saat itu. Ia bahkan tidak memiliki kedekatan dengan
satu perempuan lain pun selain Seo Yeon. Namun sifat Seo Yeon yang humble kepada semua orang membuat Seung
Min tidak tahu apa yang dirasakan Seo Yeon kepadanya. Naasnya, ketika ia telah
bersiap untuk mengungkapkan perasaannya kepada Seo Yeon, terjadi kesalahpahaman
di antara mereka. Seung Min melihat Seo Yeon yang dalam keadaan mabuk masuk ke
dalam kamar tidur bersama Jae Wook, sesuatu yang tak dapat diterima oleh
pikiran dan hati lelaki itu yang begitu polos sekaligus naif. Tanpa menjelaskan
apapun kepada Seo Yeon, Seung Min kemudian memutuskan begitu saja kontak di
antara mereka berdua. Sejak saat itu mereka tidak pernah bertemu lagi, hingga
15 tahun kemudian.
Seo Yeon dewasa menemui Seung Min
dewasa yang telah menjadi arsitek. Meskipun pada awalnya menolak, pada akhirnya
Seung Min menyetujui permohonan Seo Yeon untuk menjadi arsitek bagi pembangunan
rumah wanita itu di Pulau Jeju. Ini adalah solo
project pertama bagi Seung Min untuk membangun sebuah rumah pribadi, dan
rupanya sekaligus terakhir karena ia berencana pergi ke Amerika Serikat setelah
pekerjaannya itu selesai. Bertemu dengan cinta pertamanya lagi membuat Seung
Min merenungkan masa-masa yang pernah mereka lalui bersama. Termasuk menggugah
rasa harunya, karena patah hati yang pernah ia alami dari cinta pertamanya itu.
Namun keadaan kali ini tentunya tidak sama dengan dulu lagi. Apalagi Seung Min
kini telah memiliki seorang tunangan, yaitu Eun Chae (Go Joon Hee). Di sisi
lain, Seo Yeon kini melajang setelah bercerai dari suaminya. Dengan segala hal
yang tak sempat terucapkan pada masa lalu, cinta pertama mendapatkan kesempatan
keduanya.
Sebagai sebuah film drama,
“Architecture 101” berhasil mengangkat beberapa aspek yang memuaskan saya
sebagai seorang penikmat film. Pertama, jujur saja, tema tentang cinta pertama,
meski sudah menjadi hal yang umum dalam berbagai kisah drama, tidak pernah
menjadi hal yang membosankan. Bagi saya, tema tentang cinta pertama selalu
menarik untuk dikaji dari berbagai sisi. Membahas cinta pertama tidak akan ada
habisnya. Melalui karakter remaja dalam film ini, penonton diingatkan pada
kepolosan anak muda ketika menghadapi cinta pertama mereka. Feeling nervous and excited at the same time,
unspoken feelings, unfinished business. Sedangkan melalui
karakter dewasanya, penonton disuguhi gambaran realita ketika seseorang bertemu
lagi dengan cinta pertamanya yang telah lama menghilang. Jawaban atas segala
pertanyaan yang tertinggal, pilihan-pilihan yang harus dihadapi.
Kedua, transformasi karakter
utama yang terjadi dalam film ini disajikan dengan cerdas. Karakter sepasang
remaja yang tumbuh dewasa pada tahun 90-an dilanjutkan dengan karakter dewasa
yang telah ditempa pengalaman. Rentang waktu 15 tahun bagi keduanya tidak
mengubah watak-watak dasar serta kebiasaan yang mereka miliki dulu. Namun
rentang waktu itu telah menjadikan mereka sosok yang lebih bijaksana dalam
mengambil keputusan. Dalam rentang waktu itu pula beberapa perubahan pola pikir
kedua karakter utama ini terlihat. Seung Min yang dulu bahkan tidak tahu
caranya merokok dan selalu terbatuk-batuk setiap kali mencoba merokok, kini
telah menjadi seorang perokok aktif. Seo Yeon yang dulu adalah gambaran
mahasiswa perantau dari Pulau Jeju yang memiliki harapan besar untuk sukses
dengan berkuliah di Seoul ,
kini ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya setelah gagal meraih apa
yang semula ingin dicapainya dan merasa penat dengan hiruk pikuk perkotaan.
Ketiga, alur maju-mundur dengan
pergantian bingkai waktu yang memiliki pola menarik. Pergantian adegan masa
lalu dan masa kini disusun secara berkesinambungan, sehingga penonton dapat
melihat gambaran cerita tanpa dibuat pusing dengan pergantian tersebut. What interesting is that the sequences show
some questions and answers connection. Segala sesuatu yang di masa lalu
masih menyisakan pertanyaan bagi Seung Min dan Seo Yeon kemudian dapat mereka
temukan jawabannya di masa depan. Penggambaran masa 90-an juga dilakukan atas
referensi yang sempurna. Penggunaan pager
sebagai alat komunikasi, gaya
fashion yang sedang tren pada masa
itu, serta musik favorit Seo Yeon yang merupakan hits di tahun 90-an.
Keempat, film ini memberi balutan
baru terhadap kisah cinta pertama, yaitu arsitektur. Untuk membangun sebuah
rumah pribadi, seorang arsitek harus mengenal dan memahami betul karakter
pemilik rumah tersebut. Itulah mengapa Seo Yeon memutuskan untuk menyerahkan
proyek pembangunan rumahnya kepada Seung Min. Seo Yeon ingat betul bahwa Seung
Min dulu pernah berjanji akan membangunkan rumah untuknya. Seung Min pula yang
tahu bagaimana persisnya rumah yang diimpikan Seo Yeon. Bagi Seung Min,
membuatkan rumah bagi seorang cinta pertamanya adalah hal yang berarti. Tanpa
ia pungkiri, ia memahami Seo Yeon dan tahu betul hal-hal yang berarti bagi
wanita itu. Ia menganggap bahwa rumah itu adalah hadiah pertama dan terakhir
bagi cinta pertamanya. Bagi Seo Yeon, fakta bahwa rumah itu dibuat oleh cinta
pertamanya khusus untuknya menjadikan sebuah makna dan nilai tersendiri. Bagi
mereka berdua, rumah itu menjadi perwujudan bahwa akhirnya mereka telah melepas
cinta pertama mereka.
Kelima, meski tersirat, film ini
juga memberi gambaran dalam mengenai hubungan antara anak dan orang tua mereka.
Seung Min yang ingin menjaga ibunya, tidak sanggup membawa sang ibu pergi ke
Amerika Serikat karena masalah finansial. Sementara itu Seo Yeon yang tidak
memiliki masalah dengan finansial, justru tidak berdaya menghadapi penyakit
yang diderita ayahnya. Ketika mereka masih mahasiswa dulu, mereka begitu fokus
kepada diri mereka sendiri, sehingga bahkan mereka mungkin tidak memikirkan
orang tua mereka. Seo Yeon pun meninggalkan ayahnya di Pulau Jeju untuk
berkuliah di Seoul. Namun ketika usia mereka beranjak dewasa dan orang tua
mereka semakin beranjak tua, mereka mulai memikirkan orang tua mereka. Seo Yeon
pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke Pulau Jeju, membangun rumah di sana , dan merawat sang
ayah.
Last but not least, film ini diakhiri dengan sangat realistis. I really love a realistic ending for a movie.
It’s not like I tend to watch movies with
a sad ending, because ‘sad’ and
‘realistic’ have a very different meaning. It’s just that what I hope from watching a movie is to watch the story
goes and ends in a realistic way, because
not all stories have a happy ending. And
“Architecture 101” gives it out very well. Tidak semua cerita berakhir
bahagia, dan itulah kenyataannya. Adalah kasus yang sangat langka ketika
seseorang berakhir hidup bahagia bersama cinta pertamanya. Kebanyakan orang di
dunia tidak mengalaminya. Berbagai alasan yang beragam dapat menjadi
penyebabnya mengapa cinta pertama terkadang tak menjadi yang terakhir meskipun
sempat diberi kesempatan kedua untuk bertemu, seperti dalam film ini. Adalah
sebuah keputusan yang bijak dari Seung Min untuk tidak meninggalkan tunangannya
demi cinta pertamanya yang tiba-tiba datang. Ia datang hanya untuk memberi
jawaban, kemudian merelakan pergi, bukan untuk memulai segala sesuatunya dari
awal lagi. Cinta pertama memang tak akan terlupakan sampai akhir hayat,
walaupun keduanya tidak sampai ke pernikahan. Ketika itu terjadi, maka hanya
kenangan lah yang tersimpan, dan itulah yang membuat cinta pertama menjadi
berarti.
“Architecture 101” memotret kisah
tentang cinta pertama sepasang anak manusia melalui dua masa yang berbeda dengan
sangat apik. Pemilihan pemeran karakter dalam film ini dilakukan dengan baik.
Aktor muda Lee Je Hoon membawakan versi muda tokoh Lee Seung Min dengan segala
kenaifan dan kepolosan mahasiswa di tahun 90-an yang tengah jatuh cinta dengan gesture yang sempurna. Sementara aktor
kawakan Uhm Tae Woong berhasil menghidupkan karakter Lee Seung Min versi dewasa
yang tanpa meninggalkan beberapa sisi terbaiknya, telah tumbuh menjadi seorang
pria yang lebih bertanggungjawab dan teguh dengan pendiriannya. Tokoh Yang Seo
Yeon versi muda dibawakan dengan baik oleh Bae Suzy, sebagai gadis muda yang seolah
memegang dunia di tangannya dan bersikap bahwa ia sanggup mendapatkan apa saja
yang ia mau. Sementara itu, versi dewasa karakter Yang Seo Yeon dihidupkan oleh
aktris cantik Han Ga In yang dengan membawa sisa-sisa kejayaan masa mudanya,
telah tumbuh menjadi seorang wanita yang lebih percaya diri dan tahu apa yang
ia kehendaki dalam hidupnya. The cast is
definitely well-chosen, selain karena wajah mereka yang benar-benar mirip,
juga karena kemampuan akting mereka yang apik.
Film ini menduduki peringkat 10
besar film terlaris di Korea Selatan pada kuartal pertama tahun 2012. Dalam
waktu 9 minggu sejak perilisannya, “Architecture 101” memecah rekor box office Korea Selatan untuk kategori
film drama, dengan penjualan tiket sebanyak 4 juta tiket, sebelum akhirnya
rekor itu dipecahkan oleh film “A Werewolf Boy” beberapa bulan kemudian. Film
ini juga menembus beberapa festival film bergengsi di seluruh dunia, termasuk
Busan International Film Festival dan Hawaii International Film Festival.
Kekuatan film ini terletak pada referensi latar waktunya yang rapi terutama
ketika setting 90-an, alur ceritanya
yang halus meski melompat bolak-balik antara setting masa kini dan tahun 90-an, serta sinematografi yang apik.
Selain itu, tema utama tentang cinta pertama yang selalu menarik untuk diangkat
dalam cerita berhasil dituangkan dengan cukup realistis. I love how the story begins and develops.
Moreover, I love how the story ends. “Architecture
101” bravely brings out the never-get-old idea of first love, yet it successfully brings it in a different
and more realistic way. It’s not just
an ordinary story about first love, that’s
why this melodrama movie is worth to watch.
“Observe the place where you live.
Love it. Understand it. This is the start of the introduction to architecture.”
(Architecture 101, 2012)
Wrote by Mashita Fandia